MUSI BANYUASIN, Indosumatera.com–Aktivitas penambangan tanah urug (Galian C) yang diduga kuat tanpa izin resmi masih berlangsung secara terbuka di wilayah Desa Muara Punjung, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin. Lokasi tambang berada di kawasan sensitif, tepat di bantaran Sungai Musi, sehingga memicu sorotan tajam publik terhadap lemahnya pengawasan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.
Hasil investigasi Tim Gabungan Media pada Jumat (28/11/2025) menemukan satu unit ekskavator beroperasi aktif mengeruk tanah dalam skala besar. Material hasil galian kemudian diangkut menggunakan truk keluar dari lokasi tambang tanpa pengawasan yang terlihat jelas.
Aktivitas penambangan di bantaran sungai dinilai berisiko tinggi terhadap lingkungan, mulai dari erosi, pendangkalan alur sungai, potensi longsor, hingga ancaman banjir bagi permukiman warga. Selain itu, praktik ini juga berpotensi merugikan negara karena tidak tercatat sebagai kegiatan resmi yang memberikan kontribusi pajak dan retribusi secara sah.
Warga dan Sopir Truk Sebut Nama Pengelola
Seorang warga di sekitar lokasi tambang menyebutkan bahwa aktivitas Galian C tersebut diduga dikelola oleh seorang pria berinisial SPS alias ASP, warga Kelurahan Mangun Jaya.
“Galian itu milik Pak SPS, biasa dipanggil ASP, dan sudah lama beroperasi,” ujar warga yang meminta identitasnya dirahasiakan pada Jumat (28/11/2025).
Keterangan tersebut diperkuat oleh dua sopir truk pengangkut tanah urug yang ditemui di Mangun Jaya. Mereka mengaku membeli tanah dari galian milik ASP dengan harga Rp120.000 per mobil, di luar ongkos angkut.
"Tanah beli di Galian ASP di seberang, seharga Rp 120.000,.per mobil, kalau upah gendong tergantung dengan jarak, jika lokasi bongkarnya di wilayah Mangun Jaya hanya Rp100.000,. apabila jaraknya jauh lebih dari itu," jelas salah satu sopir kepada Tim Liputan di Mangun Jaya, Selasa (2/12/2025).
Pengakuan para sopir ini mengindikasikan bahwa aktivitas tambang ilegal tersebut berjalan secara terorganisir dan berorientasi bisnis, bukan sekadar kegiatan insidental.
Pengelola Akui Tambang Tanpa Izin
Saat dikonfirmasi langsung pada Selasa (2/12/2025), ASP tidak membantah bahwa Galian C seluas kurang lebih 4 hektare di wilayah Desa Muara Punjung tersebut adalah miliknya dan ia kelola sendiri.
Lebih jauh, ASP bahkan secara terbuka mengakui bahwa kegiatan pertambangan tersebut tidak memiliki izin resmi.
“Kalau izin galian memang tidak ada, tetapi setiap tahun saya bayar pajak ke pemerintah daerah. Lahan itu nanti akan dikapling untuk perumahan,” ujarnya.
Pernyataan ini justru membuka kontradiksi serius, di satu sisi tidak memiliki izin, namun di sisi lain mengklaim rutin menyetor kewajiban kepada pemerintah daerah. Klaim ini semakin mempertegas dugaan adanya kelonggaran atau pembiaran sistemik dalam tata kelola pengawasan pertambangan di Musi Banyuasin.
Pengawasan Aparat dan Pemda Muba Disorot Keras
Hingga berita ini diturunkan, tidak terlihat adanya langkah penertiban di lapangan. Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan serius publik terhadap kinerja Aparat Penegak Hukum serta Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas mewajibkan setiap usaha pertambangan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pelanggaran atas ketentuan ini diancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur sanksi pidana hingga 3 tahun penjara dan denda Rp3 miliar bagi kegiatan usaha tanpa izin lingkungan.
Desakan Publik: Hentikan dan Tindak Tegas
Sejumlah warga dan pegiat lingkungan mendesak agar aparat, khususnya Polres Muba, serta Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin segera turun langsung ke lokasi, menghentikan seluruh aktivitas penambangan, dan memeriksa pihak yang disebut sebagai pengelola.
Masyarakat menilai pembiaran terhadap tambang ilegal di bantaran Sungai Musi merupakan bentuk kelalaian serius yang dapat mempercepat kerusakan lingkungan sekaligus mencederai rasa keadilan publik.
Ancaman Nyata bagi Lingkungan dan Wibawa Hukum
Jika tidak segera ditindak, aktivitas Galian C ilegal ini dikhawatirkan akan menimbulkan bencana ekologis jangka panjang, merusak keseimbangan ekosistem sungai, serta mengancam keselamatan warga di sekitarnya.
Lebih dari itu, pembiaran terhadap pelanggaran hukum secara terang-terangan juga berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap wibawa hukum dan komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan aturan.
Publik kini menunggu, apakah hukum akan benar-benar ditegakkan, atau justru kembali kalah oleh praktik ilegal yang dibiarkan terus berulang? "(Tim Liputan)".

Posting Komentar untuk "Diduga APH dan Pemda Muba Lakukan Pembiaran, Galian C Tanah Urug Ilegal di Bantaran Sungai Musi Terus Beroperasi"